Rabu, 21 Maret 2012

Dia,,,,

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Kenapa aku begitu sulit untuk melupakan dia, yg pernah singgah di hatiku….????
”Bila dia pernah singgah di hatimu, apakah kamu ingin kembali ke masa lalumu, atau apakah kamu ingin masa itu hadir lagi dlm perjalanan mu…...?????
Biarlah dia jadi sahabat yg akan mengingatimu, dikala kamu terbuai rasa yg dapat membuat mu terluka.. Biarkan dia jd cerita yg akan ada penggantinya yg lebih baik menurut-Nya.
”Kamu pasti tahu bahwa cinta sesaat yg telah membuat goresan itu berbekas di hatimu, syukurilah agar kamu lebih hati2 bahwa teguran Allah akan menjdi penghias dlm kelalaianmu.”
Tidak perlu melupakannya, biarkanlah sbagai hiasan lukisan yg penuh warna, untuk kau menjaga cinta-Nya agar tetap indah.”

***

Senin, 19 Maret 2012

Terima Kasih Cinta

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Bila malam sudah beranjak mendapati Subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah
istri mu yang sedang terbaring letih menemani bayi Antum

Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian
ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirahat barang sekejap,

Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari,barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Di saat Antum sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, Tubuh letih istri kita barangkali
belum benar benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar
lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis.

Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri kita
pula yang harus mencucinya.

Di saat seperti itu, apakah yang kita pikirkan tentang dia? Masihkah diri ini memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada
anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara di saat yang sama Anda menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun
dalam bicara, tulus dalam memilih kata serta tulus dalam menjalani
tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya
bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkah kita sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu
saja saya tidak tengah mengajak Antum semua membiarkan istri kita membentak anak-anak dengan mata rnembelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak Antum
melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara kita tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tidak sabar. Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak.
Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak kita rnenjerit karena cubitannva yanq bikin sakit.

Jumat, 09 Maret 2012

Mencintai karena Allah " Uhibbuki fillah "

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Bismillaah...

Mari Terbitkan Surga di Beranda Rumah Kita, Dinda

kurasakan air mata ini kembali menyuburkan bunga cinta di taman hati. Kupersembahkan indah mekarnya untukmu, dinda. Semerbaknya begitu harum, bukan?”

Saat itu. . .

Aku sudah mengenalmu karena memang engkau adalah tetangga dekatku. Olehku, benar-benar tak terbayang bahwa engkau kan menjadi kekasih hatiku yang terajut oleh untaian tali pernikahan. Jujur terakui, wajahmu tak terlalu cantik. Namun begitu, sulit pula bagi lidahku untuk kututurkan bahwa engkau jelek rupa. Biasa saja. Bagimu, make-up tak begitu penting. Itu kuketahui karena engkau memang tak pernah memoleskannya di wajahmu.

Aku dan Keputusanku…

Engkau adalah wanita sederhana. Iya, wanita sederhana, pintar, tak banyak bicara. Engkaulah wanita yang bersahaja. Terlihat dewasa, pula. Kesederhanaan dan kesahajaan yang engkau peragakan lah yang justru terasa mengusik hati ini. Benar, tak bisa kupungkiri. Tak bisa kututupi. Akhirnya, nyaliku terpercik hebat lalu menghujankan sebuah keputusan. Kupilih engkau menjadi permaisuriku.

Sejenak Tentangmu…

Engkau, dinda, bukanlah keturunan orang berpangkat, juga bukan keturunan ningrat. Aku tak peduli. Raga yang terbalut kain-kain penutup aurat dan jiwa yang terpaut akhirat yang kuingini. Terlebihi terpolesi ilmu syar’i. Tekadku sudah bulat. Kupinang engkau dalam waktu dekat.

Engkau, dinda, saat itu baru lulus SMA. Tak kusangka kalau engkau menerima lamaranku dengan tangan terbuka. Bahkan untuk menerimaku, engkau pangkas keinginanmu mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu begitu menyayangkan keputusanmu karena engkau termasuk siswa yang cerdas. Aku tak tahu, mengapa engkau memilihku menjadi pangeran yang akan menduduki singgasana hatimu, dinda. Sujud syukurku pada Allah ‘azzawajallah. Alhamdulillah.

Percikan Bahagia di Hari Pernikahan…

Dan hari itu pun kita menikah. Terbitlah kebahagiaan yang menyelimuti sanubari. Sempurnalah mekar indah pucuk asmara. Telah tiba saatnya biduk harus berlayar di samudera kehidupan.
Terhempas sudah karang-karang penantian yang bertengger di taman hati.

Adakah jalinan yang indah selain jalinan dan untaian tali pernikahan?

Adakah letupan-letupan cinta yang lebih menenteramkan hati sepasang muda-mudi selain dalam ikatan ini?

Adakah hubungan yang lebih menabung kebaikan selain hubungan sah secara syar’i?

Bak sejuknya tanah gersang yang kembali subur setelah dentuman hujan, bak cerahnya dedaunan muda yang indah menghijau bersemi, bak syahdunya kicauan burung menyambut mentari di pagi nan cerah, begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati.

Jumat, 02 Maret 2012

"Karena Cinta Yang Tulus"

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir
sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah
benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan
orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa,

aku tak pernah menunjukkan sikap benciku.
Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas
istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan
lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak
punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku
sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah
sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan
segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa.
Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri.
Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah
seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan
hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan
menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani
melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan
suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat
tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di
atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia
memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga
marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku
marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang
bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja,
tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun
ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya
begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia
tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah
lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah
ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami
kelahiran yang sulit.
Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi
agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua
keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua
anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang
ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir.
Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa,
dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke
sekolah.
Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan
ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa
mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun
sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara
ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga
membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti
anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak
menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan
pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia
kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan
berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan
waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa
jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus
orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk
saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar
tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa
dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian
terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha
mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan
aku menelepon suamiku dan bertanya.

Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya
uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali
ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.
Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa
menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali
berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah
membentak. Apalagi?

"Aku Mencintaimu dengan Tulus"

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Semoga hari ini kita semua
diberi anugrah kesehatan kedamaiaan hati,
agar kita merasakan bahwa bersyukur itu Indah^^

Ada sebuah cerita renungan inspiratif tentang cinta
yang mudah2han bisa menginspirasi kita semua untuk menanamkan
nilai-nilai kesetiaan, kejujuran dan komitmen dalam percintaan

Cinta yang sudah jatuh hati pada seorang pemuda
sedang menghadapi cobaan yang sangat berat
keluarganya tidak menyetujui hubungannya dengan sang pemuda. 
Mereka mengajukan alasan mengenai latar belakang keluarga si pemuda, keluarganya berpendapat
jika Cinta memaksa terus bersama dengan sang pemuda,
dia akan menderita seumur hidupnya, penderitaan
yang sangat berat yang menuatnya tidak berdaya.

Suatu ketika Cinta bertanya kepada sang pemuda, “Seberapa besar kamu mencintaiku?”
Sang pemuda tidak begitu pandai berbicara, itu membuat Cinta kesal dan sangat marah.
karena begitu banyak komentar negatif dari keluarganya tentang sang pemuda
Cinta semakin hari semakin emosional kepada sang pemuda
jadilah Sang pemuda menjadi sasaran pelampiasan kemarahannya.
Dan sang pemuda tetap sabar membiarkan cinta melampiaskan kemarahannya kepadanya…

Saat sang pemuda lulus dari perguruan tinggi.
Ia bermaksud meneruskan kuliahnya ke luar negeri,
tapi sebelum dia pergi, dia melamar Cinta,
“Saya tidak tahu bagaimana mengucapkan kata-kata manis,
tapi saya tahu bahwa saya mencintaimu.
Jika kamu setuju, saya ingin menjagamu seumur hidupmu.
Mengenai keluargamu, saya akan berusaha keras
untuk meyakinkan mereka agar menyetujui hubungan kita.
Maukah kamu menikah denganku?”

Cinta setuju, dan keluarganya setelah melihat usaha dari sang pemuda,
akhirnya merestui hubungan mereka. Sebelum pemuda itu berangkat,
mereka bertunangan terlebih dahulu. Cinta tetap tinggal
di kampung halaman dan bekerja, sementara sang pemuda meneruskan kuliahnya.

Mereka melanjutkan hubungan mereka melalui surat dan telepon.
Kadang-kadang timbul kesulitan, tapi mereka tidak menyerah terhadap keadaan.

Suatu hari, dalam perjalanan ke tempat perhentian bis sepulang dari kerja,
Cinta  tertabrak mobil hingga tak sadarkan diri. Ketika siuman,
dia melihat kedua orangtuanya dan menyadari betapa beruntungnya
dia dapat selamat. Melihat air mata orangtuanya, dia berusaha untuk
menghibur mereka. Tetapi dia menemukan… bahwa dia tidak dapat berbicara sama sekali.
Dia bisu. Menurut dokter kecelakaan tersebut telah mencederai otaknya,
dan itu menyebabkannya bisu seumur hidupnya. Mendengar orangtuanya membujuknya,
tapi tidak dapat menjawab sepatah kata pun, Cantik tersebut pingsan.
Sepanjang hari hanya dapat menangis dan membisu.

Ketika akhirnya dia boleh pulang dari RS,
dia mendapati rumahnya masih seperti sedia kala.
Hanya jika telepon berdering, dia menjadi pilu.
Dering telepon telah menjadi mimpi terburuknya.
Dia tidak dapat memberitakan kabar buruk tersebut
kepada tunangannya dan menjadi bebannya.
Dia menulis sepucuk surat untuknya,
memberitahukan bahwa dia tidak mau lagi menunggunya.
tidak ada lagi hubungan diantara mereka,
bahkan dia mengembalikan cincin pertunangan mereka.
Mendapat surat dan telepon dari si pemuda,
dia hanya bisa menitikkan air mata….

Ayahnya tidak tahan melihat penderitaannya,
dan memutuskan untuk pindah. Berharap bahwa dia
dapat melupakan segalanya dan menjadi lebih bahagia.

Pindah ke tempat baru, Cinta mulai belajar bahasa isyarat.
Dia berusaha melupakan sang pemuda itu
Suatu hari sahabatnya memberitahukan
bahwa pemuda itu telah kembali dan mencarinya ke mana-mana.
Dia meminta sahabatnya untuk tidak memberitahukan
di mana dia berada dan menyuruh pemuda itu untuk melupakannya.

Lebih dari setahun, tidak terdengar lagi kabar pemuda itu
sampai akhirnya sahabat Si Cinta yang menyampaikan
bahwa sang pemuda akan menikah dan menyerahkan surat undangan.
Dia membuka surat undangan itu dengan hati pedih,
dan menemukan namanya tercantum dalam undangan.
Sebelum dia sempat bertanya kepada sahabatnya,
tiba-tiba sang pemuda muncul di hadapannya.
Dengan bahasa isyarat yang kaku, ia menyampaikan bahwa,

“Aku telah menghabiskan waktu lebih dari setahun
untuk mempelajari bahasa isyarat, agar dapat memberitahukan
kepadamu bahwa aku belum melupakan janji kita,
berikan aku kesempatan, biarkan aku menjadi suaramu.

" Aku Mencintaimu dengan Tulus"

Melihat bahasa isyarat tersebut,
dan cincin pertunangannya, si cinta akhirnya tersenyum.^_^


***Kutipan : Blog Kang Robby__