Jumat, 11 Oktober 2013

* Tembok2 Penjelasan *

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Kita rajin membangun tembok2 penjelasan. Kita bangun tinggi2, kita lindungi diri kita, hingga kita lupa, kita justeru tidak sempat menyadari boleh jadi di luar sana ada penjelasan lebih baik. Tidak sadar, tembok itu justeru membuat kita tidak bisa melihat keseluruhan masalah dengan lebih baik.

Kita rajin sekali membangun tembok2 penjelasan.

Orang2 yang sedang jatuh hati misalnya, lantas terus terseret dalam putaran perasaan tersebut. Dia pada detik pertama, seketika membangun tembok2 penjelasan. Tembok pertama, merasa itu baik baginya. Tembok kedua, merasa itu sungguh penting dan spesial. Lantas berdirilah tembok2 lain dengan cepat, semakin tebal, semakin tinggi. Hingga dia lupa--atau tutup mata, kalau urusan perasaan tersebut membuatnya kacau balau. Sekolah terabaikan, prestasi pekerjaan menurun, keluarga dicuekin, teman2 baik tidak ingat lagi. 

Tembok2 penjelasan yang terlanjur berdiri itu mengungkungnya, kiri, kanan, depan belakang. Saat akal sehat datang, berusaha bilang, hei, di mana baiknya coba? Bukankah ini semua malah merusak? Bukankah semua ini gombal? Sayangnya akal sehat itu sia-sia. Temboknya sudah terlalu tebal. Bahkan saat urusan perasaan itu sudah menjurus buruk sekali baginya, dia tetap merasa baik2 saja. Percaya saja dusta orang lain, percaya saja semua akan berakhir baik.

Kita rajin sekali membangun tembok2 penjelasan.

Orang2 yang pemalas, contoh lainnya, maka kejadiannya pun sama. Pada detik pertama ketika rasa malas itu tiba, seketika dia membangun tembok2 penjelasan--bahkan tembok2 ngeles, argumen. Tembok pertama yang dia bangun: bisa nanti2 dikerjakan. Tembok kedua: masih banyak waktu ini. Dan menyusullah tembok2 lain dengan cepat. Waktu seolah berjalan menyenangkan, semua terasa baik2 saja. Tertipu mentah2. Ketika akal sehat datang, mungkin dipikirkan beberapa saat, tapi segera dibangun tembok penjelasan untuk melawannya. 

Ketika orang lain menasehati, mungkin runtuh satu-dua temboknya, tapi dia segera membangun tiga-empat tembok yang lain. Hingga lupa sudah, kalau orang2 di sekitarnya sedang berlari mengejar prestasi, dia masih di situ2 saja, dikungkung oleh tembok2 penjelasan milik dirinya sendiri tentang kemalasan, menunda2 pekerjaan, tidak produktif, tidak beranjak melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Kita rajin sekali membangun tembok2 penjelasan.

Dalam banyak kasus, bahkan hampir setiap kasus, kita jago mendirikan tembok2 itu. Menyalahkan orang lain, menyalahkan situasi, adalah favoritnya. Tidak masalah, biasa saja, toh orang lain juga begitu, pun termasuk favoritnya. Berleha-leha, bersantai-santai, berada di situ2 saja, juga variasi tembok penjelasan lainnya.

Maka, setiap kali kalian terjebak dalam situasi yang menurut kalian rumit, setiap kali kita terpasung oleh situasi yang menurut kita susah jalan keluarnya, itu sungguh bukan karena memang rumit dan susah, tapi lebih karena kitalah yang telah membangun tembok2 penjelasan pada detik pertama bertahun2 lalu, berbulan2 lalu, berminggu2 lalu. Dan semua tembok penjelasan itu tentu menyenangkan bagi kita. Kitalah yang memberikan warna, gambar, corak, agar selalu menenteramkan diri sendiri--padahal semu.

Maka, solusi atas masalah ini, akan kembali kepada kita. Apakah kita akan segera menghancurkan tembok2 itu, meruntuhkannya hingga tidak tersisa, lantas bergerak, melesat maju, atau kita akan terus terjebak di situ saja. Kita bisa memilihnya.

By *Tere Liye

Re-Post ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

b, i, a